Minggu, Juni 01, 2008

Mustafa dan Iwan Fals, Ohhh... That's Them !



MusicPlaylist



If someone asks about me say
I'm just a lowly simple slave
A troubadour just for the King
In His palace where he sings...

Each word is lifted on angel's wing
Within the palace of the King
His song alone are all he knows
He sings them every place he goes...

With love and longing in my heart
I wanna sing like a meadow lark
The heart it self is the King's throne
And there he sings for Him alone...


Lagu dan syair di atas adalah cuplikan 'A Palace Troubadour'. Ya, lagu yang begitu lembut, musiknya yang begitu indah dan menyentuh, instrumen yang begitu merdu, mampu menggugah sebuah kerinduan yang tersimpan dalam-dalam dan seketika menyeruak mencari tujuannya...

Begitu kuat pesona lagu ini sehingga saya tak bosan mendengarnya berkali-kali dan nonstop. Setiap kali saya mendengarnya... ohhh, laksana magic itu membuat saya naik ke puncak mood. Berbagai inspirasi mengalir bagai air bah sehingga seringkali membuat saya bingung, mana yang harus saya lakukan lebih dulu? :)

Sebenarnya, bukan 'A Palace Troubadour' saja yang memiliki pengaruh begitu kuat pada jiwa saya, tetapi hampir semua lagu DEBU memiliki kekuatan itu. Ini bukan isapan jempol. Saya sudah mengalaminya sendiri. Sebelum mengenal lagu-lagu DEBU, saya telah berkenalan banyak dengan berbagai aliran musik. Pop, rock, bossa nova, metal, jazz, dangdut, rap, nasheed dan banyak lainnya. Saya bahkan pernah tergila-gila dengan lagu-lagu Iwan Fals yang sarat dengan muatan politik dan kritik sosial. Ia adalah Bob Dylan-nya Indonesia. Pada zaman itu, saya mendengarkan lagu-lagunya di setiap waktu. Bangun tidur dan menjelang tidur, adalah waktu favorit saya untuk mendengarnya. Itu membuat saya merasa dekat dengannya. Seolah Iwan adalah sosok riil di samping saya yang membangunkan dan menidurkan saya... :) Saya begitu terobsesi dengannya sehingga ketika saya punya kesempatan wawancara dengannya, saya sangat excited dan ingin foto bersama dengannya. Seorang teman yang mengenali saya dengan baik berkomentar, "Baru kali ini saya melihatmu begitu excited dengan seorang artis bahkan foto bareng segala..." Oh yaaa! :)

Bukan itu saja, setiap kali saya punya alasan dengan sebuah issu publik yang bisa melibatkan dia, saya segera menelponnya untuk sebuah wawancara.. (memang enak jadi Wartawan, punya alasan kuat untuk dekat dengan seorang idola...:)). Dan secara pribadi, Iwan memang sangat menarik dan bersahaja. Ia punya pribadi yang kuat. Dan sebagai seorang artis ternama, ia tak pernah sombong dengan popularitasnya. Itu hebatnya Iwan dan membuat saya jatuh hati padanya sehingga saya memberi nama anak pertama saya dengan bagian namanya, "Yokhie Falsi Abbuska". Tentang ini, saya beritahu pula pada Iwan. Dia agak kaget ketika saya bilang bahwa Yokhie Falsi yang baru berusia dua tahun itu sudah hapal beberapa lagunya. "Ah, yang bener lu? Berapa usia dia? Dua tahun? Waahhh... gile lu...!" katanya ketika bicara di telepon.

Dulu, hampir setiap minggu saya berbicara dengannya sekedar sharing dan tanya berbagai hal. Ya, dia satu-satunya artis yang sangat mengesankan saya sehingga walau pun saat ini saya tak konsen lagi dengan lagunya tetapi secara pribadi saya tetap menghargainya. Dia layak mendapat itu.

Dan kini, 'kegilaan' saya berpindah pada DEBU. Koleksi lagu-lagu yang saya dengar sekarang didominasi oleh CD DEBU, hampir 95 %. Sisa 5% lainnya adalah musik India dan Turki. Hmhm... indah sekali ketiga musik itu. Namun, berbeda dengan musik India dan Turki, secara emosional dan spiritual, ikatan saya dengan DEBU sangat kuat. Lahir dan bathin.

Mustafa adalah Meteor
Setiap kali saya mendengar lagu-lagu DEBU, wah... berbagai ide seperti berlompatan dari otak saya dan meminta penampungan. Ide-ide yang tersumbat dan lama mengendap tiba-tiba seolah mencair dan beringas ketika mendengar DEBU. Ini riil, wallahi! Saya mencoba mencari kelemahan dari aransemen musiknya atau pun dari sesuatu yang lain sekedar tetap berpijak pada posisi saya sebagai kritisi - untuk tetap netral dan mengkritiknya. Tetapi saya tak menemukannya.

Ups! Oh ya, ada satu yang saya mendapati dan ingatnya! Itu dia, suara Mustafa - sang vokalis. Suara Mustafa tidak merdu!!! Ya, memang. Suara Mikail, Yusuf Can dan Nihat Baran - tiga teman Turki saya, jauh lebih merdu daripada suara Mustafa. Tetapi, itulah... kekurangan itu justeru menjadi salah satu kekuatan Mustafa. Cukup lama saya merenungi ini. Setiap kali saya mendengar suaranya menyanyikan lagu DEBU, saya bolak-balik berpikir. Apa ya, apa kekuatan dia sehingga lagu dan musik yang dimainkannya begitu berpengaruh kuat pada pendengarnya? Musiknya memang nyata indah. Itu menunjukkan bahwa dia adalah komposer yang berbakat. Brilyan. Dan liriknya, itu pun nyata adalah lirik-lirik ilahiah. Kedua unsur itu sudah merupakan paket keunggulan DEBU. Tetapi ada hal lain, sebuah kekuatan substansif yang saya menyadarinya betul tetapi belum bisa menemukan definisinya secara tepat.

Photobucket

Cukup lama saya memikirkan ini dan membuat saya tertahan terus untuk menulis tentang Mustafa. Saban kali saya berpapasan dengannya, saya ingat bahwa saya sedang ingin menulis tentangnya tetapi saya belum menemukan obyek kekuatan itu yang saya ingin menjadikannya sebagai 'master plan' tulisan tersebut. Akhirnya saya berbicara pada syekh saya, Syekh Fattaah, yang juga syekh-nya Mustafa. Saat itu kita sedang berbincang sambil mendengar lagu DEBU.

Seperti biasa, Syekh Fattaah berjalan bolak-balik sambil berdzikir dengan tasbih di tangannya. Dalam keadaan begitu, biasanya beliau membebaskan saya untuk memulai pembicaraan lebih dulu.
"Suara Mustafa tidak merdu ya?" cetusku.
"Oh ya?", saya melihat Syekh agak kaget mendengar komentar saya.
"Iya. Tak semerdu Ibrahim Tatlises. Bahkan, teman-teman myspace saya yang penyanyi, Mikail, Nihat Baran dan Yusuf Can, suara mereka jauh lebih merdu daripada suara Mustafa," ungkap saya. "Tetapi justeru itulah, memang suaranya tidak merdu tetapi saya melihat bahwa itulah salah satu kekuatan dia. Menurut saya, suara Mustafa sangat 'jalal'. Saya tak bisa membayangkan jika saya harus mendengar lagu DEBU dinyanyikan oleh suara orang lain. Tetapi, saya belum juga bisa menemukan definisinya, ini kekuatan apa ? Sesuatu yang saya merasa sangat power tentang dia dan itu adalah ciri khas dia. Itu adalah kekuatan Mustafa itu sendiri..."

"Oh ya. Itulah... karena itulah 'wilayah' dia!", ungkap Syekh mantap dan sebuah senyum mengembang lepas...
Ups! Yes! Ya betul. Itu dia. Itulah yang saya sedang berusaha menemukannya. Itu memang 'wilayah' dia... Seketika saya tersenyum sangat senang dan puas menemukan sebuah definisi yang saya mencarinya sekian lama. Memang, hanya seorang Syekh yang bisa mengetahui suatu 'wilayah'. Pantas saja saya tak bisa menemukannya. Selama ini, saya sekedar bisa merasakannya saja...

Dan sambil menulis ini, telinga saya tengah dimanjakan oleh lagu-lagu DEBU yang menggema di ruangan saya. Hampir keseluruhan musik lagu DEBU digubah oleh Mustafa. Begitu indah. Benar-benar indah. Denting Santoor-nya yang dimainkan dan acapkali dominan, mengalun laksana irama nirwana. Begitu pula dengus Gambus yang dipetik Mustafa, terdengar jalal dalam nuansa padang pasir. Sementara lengkingan Biola, yang digesek begitu eksotis oleh Shakurah, ooohhh... seolah saya tidak sedang berpijak di muka bumi. Apalagi mendengar tiupan Seruling yang ditiup Saleem hmhm... hati yang keras pun menjadi luluh dan meleleh.

Saya adalah pribadi yang tak mudah jatuh hati tetapi sekali saya jatuh hati itu akan membuat saya setia... mungkin sampai mati...:) Saya kira, kini saya jatuh hati juga sama Mustafa seperti jatuhnya hati saya pada Iwan Fals dulu. Namun yang jelas, konteksnya sangat berbeda sama sekali. Saya jatuh hati pada Mustafa karena secara pribadi dia memang sangat berkualitas. Dia cerdas, energik dan beriman. Tiga kualitas yang jarang berpadu dalam satu pribadi manusia. Tetapi itulah dia. Ketika saya jatuh hati padanya, itu adalah ungkapan yang simbolis bahwa sesungguhnya saya adalah jatuh hati pada kekuatan yang berada dibalik kekuatan yang menjelmakan Mustafa. Yakni kekuatan lahiriah dan ruhaniah yang menjadikannya hampir sempurna sebagai seorang muda yang berbakat. Itu adalah kekuatan syekhnya, syekh kami, yakni Syekh Fattaah. Dan ketika saya jatuh hati pada Syekh Fattaah, maka bentuk komunikasinya adalah menjadi vertikal. Itu artinya saya jatuh hati pada kekasihnya Syekh Fattaah, yakni Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka... inilah cinta sejati.

Betapa Allah begitu sempurna menjadikan Mustafa sebagai muridnya Syekh sekaligus sebagai anak biologisnya. Mustafa dan Syekh Fattaah adalah jodoh yang sangat serasi. Keduanya bagai rel kereta api, sejalur bersama untuk membiarkan kereta yang bermuatan pesan Ilahi melaju pada tujuannya, yakni umat manusia secara universal. Dan laksana meteor yang menghantam bumi, Mustafa telah menggegarkan blantika musik dengan karya-karyanya yang cerdas dan membuat para pakar musik mengangguk-angguk dan juga menggeleng. Padahal, tahukah, di mana Mustafa belajar musik hingga menguasai hampir semua alat musik? Secara umum, tak ada yang tahu sama sekali, karena dia memang belajar otodidak. Itulah hebatnya dia! Maka saya tetap membiarkan dia di Top Number One halaman myspace saya sebagai penghargaan padanya dan penghargaan pada syekh saya, Syekh Fattaah! Love y'all...!