Mustafa di Festival Sufi Internatsional Tlemcen |
Debu muncul sebagai 'highlight' di festival itu. |
Perjalanan ini juga sekaligus mengajarkan realitas lain di luar lingkup pesan Syekh Fattaah sendiri yang selalu menyuarakan dan menebarkan cinta dalam hal menggapai ruhani yang sempurna. Dalam tali CINTAnya terhadap Ilahi dan keilahian, Syekh Fattaah selalu berusaha menipiskan dan mengabaikan setiap perbedaan yang melahirkan kesenjangan di antara umat dan hamba lainnya.
Da'ood DEBU dikerubuti mahasiswi tuk foto bareng. |
Suka atau tidak, penolakan itu justeru menjadi promosi yang hebat buat reputasi DEBU di sana. Simpati berdatangan dari kelompok mahasiswa yang cenderung berjiwa revolusioner. Apalagi ketika Mujahid Ali membagikan CD DEBU pada mereka secara gratis, mereka menjadi histeris dan menyerbu Daood DEBU untuk foto bareng.
Dubes Indonesia Pecinta DEBU
Aljazair memang sangat dingin saat itu. Suhu rata-rata setiap hari sekitar 7 derajat celcius dan bisa bertambah dingin hingga -7 derajat celcius. Bagi kita yang terbiasa di hawa tropis, ini agak... gimanaa gitu. Membuat kita selalu rindu hot drinks. Susahnyaaa... punya 'hot drink' di hawa seperti itu juga menjadi sangat langka dan sangat 'precious'. Kopi panas yang kita pesan semenit lalu, menjadi dingin segera sebelum tiba di mulut.
Maka, ketika di antara waktu luang sebelum berangkat ke Konstantin - Dubes Indonesia mengundang kita ke kediamannya... wah ! Kita bersorak dan fantasi menjadi agak liar. Aku membayangkan macam-macam deh; Wedang Jahe, Nasi Goreng, Nasi Padang, Kopi de el el.
Adapun Dhimas Ramadhan dan Luthfi Aurumera, fantasi mereka masih seputar sambal. Memang betul, kalau sedang berada di ribuan kilo jauhnya dari tanah air... wilayah kedutaan adalah laksana rumah sendiri. Maka sepantasnya kalo para Dubes yang dipilih dan ditempatkan harus mereka yang berjiwa pengayom, ramah dan akuan. Dan karakter itulah yang kebetulan aku lihat di sosok Drs H. Ahmad Ni'am Salim, M.Si - Duta Besar Indonesia untuk Aljazair yang baru ditempatkan satu minggu sebelum kita tiba di sana. Asyiknya, Bapak Dubes ini pun punya gagasan yang sangat segar tentang kolaborasi seni yang kemungkinan bisa dilakukan antara artis Indonesia dan artis Aljazair. Apresiasinya terhadap DEBU sangat luar biasa. "Saya ini penggemar DEBU. Sering melihat DEBU di tivi," cetusnya dengan ekspresi gembira yang tak berusaha disembunyikan.
Having fun bersama Dubes Indonesia di MoNas Moudjahid |
Maka, ia pun mendaulat DEBU menyanyi di ruang tamunya sekitar 5 lagu, mungkin. Kehangatan yang tercipta di ruangan itu membuat kita lupa tentang dinginnya temperatur di luar. :)
Lucunya lagi, setelah kita sarapan, berakrab ria dan menghabiskan berjam-jam di kediamannya, DUBES ini mengajak kita jalan-jalan pula mengunjungi National Moseum of Moudjahid atau Monas-nya Aljazair. Puas foto-foto di sini layaknya keluarga besar, kita 'ngabring' ke sebuah mal tua yang hanya menyisakan beberapa toko yang masih bertahan terbuka. Ternyata di sana ada sebuah toko alat musik, di antaranya dumbek. Maka, seperti biasa... para musisi kalau bertemu musisi lainnya pasti komunikasi pembuka di antara mereka adalah... jamming ! Jajal kemampuan gitu lah ! Dan memang selalu asyik. Suasana menjadi hidup dan bernyawa. Lupa segala perbedaan ras dan bahasa. Masya Allah.
Pemilik toko itu begitu suka DEBU sehingga ketika Pak Dubes membeli sebuah dumbek sebagai suvenir buat DEBU, mereka pun mendapat harga yang bagus. Khulash !
Bersamana seorang Aljazair dengan jubah khasnya; Jalaba. |
Nah ! Berita ini tiba-tiba geger di tanah air. Teman-teman banyak yang inbok padaku dengan cemas bertanya-tanya. AKu jawab dengan kelakar... "Kalo DEBU masuk jurang, masa aku masih asyik update status sih? Yang bener sajaaa... LOL !"
Selidik punya selidik ternyata para nyamuk pers khusus infotaintment di tanah air salah menginterpretasi. Padahal, yang sesungguhnya terjadi adalah, malam itu kita dalam perjalanan dari Konstantin menuju Algier, ibukota Aljazair untuk melakukan 'take off' besok siang di bandara internasional Algier. Tetapi, karena salju turun lebat, jalanan menjadi licin dan penglihatan pun terhalang oleh derasnya luncuran salju yang menghantam kaca. Kita yang terbagi dalam tiga rombongan kendaraan menjadi terpisah. Kebetulan Saleem dalam mobil sedan lain bersama panitia. Nah, mobil sedan inilah yang slip dan mengalami benturan. Tak ayal, Saleem mengalami 'jontor' dan memar di bibirnya, juga sang panitia - Lalla Fatima bersama anggota Nashid lain dari London.
Karena kecelakaan inilah... maka kita kembali tertahan pulang dan harus menginap satu malam lagi di sebuah hotel mengingat jalanan pun ditutup oleh tentara Aljazair. Anyway... apapun yang terjadi, insya Allah dan alhamdulillah kita semua selamat dalam limpahan CintaNya. Allahumma Shaali Ala Muhammad wa Aali Muhammad. :)))