Jumat, Juni 20, 2008

Home Schooling Ala DEBU

Siapa bilang Home Schooling (HS) adalah produk tak bertanggungjawab terhadap hak pendidikan anak?
Alih-alih, inilah pemikiran kreatif yang merangsang kemandirian pikiran anak yang sedang dalam masa aktif mencerna dan menggali segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitarnya. Metoda ini memberikan kebebasan pada anak untuk mengekspresikan kecenderungan dan kemampuannya yang spesifik sehingga setiap anak tumbuh menjadi unik dan berbeda.

Selain itu, home schooling juga menjadi sebuah manifestasi tanggung jawab orangtua terhadap anaknya karena sesungguhnya adalah kewajiban orang tua untuk mendidik dan membesarkan anaknya sebaik-baik yang dia mampu dan tidak menyerahkannya pada sebuah institusi yang seringkali justeru menjauhkan pola pikir si anak dari prinsip dasar pemikiran yand dimiliki orangtuanya. Tak heran jika pada perkembangan selanjutnya, menjadi fenomena bahwa si orangtua tak lagi mengenal anaknya sehingga komunikasi satu sama lain menjadi asing dan senjang. Then, salah siapa... hayooo...?

Lebih dari itu, kalau ditelisik, metode HS justeru lebih dekat dengan metode yang dianjurkan dalam ajaran Islam di mana peran lingkungan keluarga adalah faktor penunjang utama pertumbuhan mental anak. Di sini, kecenderungan orangtua menjadi tonggak keberhasilan pembelajaran anak. Jika lingkungan keluarganya cenderung relijius maka produk didikannya akan menjadi lebih relijius. Dan jika orientasi keluarga lebih pada tekno dan perkembangan material, hasil asuhannya pun tak akan jauh dari situ. Tetapi untuk yang terakhir, saya kira tidak mesti repot-repot memakai solusi HS karena hampir semua institusi pendidikan yang ada sekarang adalah sudah gamblang seperti itu.



Home Schooling diperlukan jika orangtua benar-benar menginginkan anaknya tumbuh menjadi seperti yang 'diinginkan' orangtuanya. Katakanlah, sekarang ini masyarakat sudah hilang kepercayaan terhadap sistem pendidikan. Brutalisme telah merajalela di kalangan siswa-siswa sekolah. Siapa yang harus disalahkan? Adalah pasti, tak satu pun pihak yang bersedia disalahkan. Yang terjadi adalah saling tuding telunjuk... :)

Maka, itulah sebenarnya dasar murni pemikiran Syekh Fattaah ketika beliau menyelenggarakan program HS pada awal pembentukan komunitasnya sekitar tahun 1982 lalu saat di Texas, Mexico. Generasi kedua komunitas sebaya Najib, Syekh Ali, Mujahid, Mustafa, Naseem dan lainnya adalah produk HS semua. Dan terbukti mereka semua cukup qualified dengan bakat dan kecenderungannya masing-masing. Najib adalah pakar komputer yang menguasai berbagai program. Apapun masalah komputer yang dialami anggota komunitas, Najib akan dengan sigap menanganinya. Hmmm... saya sudah membuktikannya berkali-kali... :)

Dan Syekh Ali, ia pakar bisnis dan cenderung gape dalam mengelola berbagai manajemen ekonomi yang diperlukan. Ia juga sangat kreatif dalam menciptakan lapangan bisnis baru. Dan secara umum, mereka bisa berkomunikasi dalam beberapa bahasa karena 'multilanguage' merupakan salah satu program inti dari HS ala DEBU. Ini merujuk pada prinsip dan ilham Syekh Fattaah bahwa kemampuan berbicara dalam berbagai bahasa bisa menjadi sarana untuk dakwah dan syiar. Dan itulah yang terjadi.

Secara umum, materi yang diajarkan dalam HS ala DEBU adalah; AlQur'an, Hadist, Sejarah, Fiqih, Matematika dan beberapa bahasa; Inggris, Arab, Cina, Turki, Spanyol, Indonesia dan Jepang. Dan sejauh ini, minat dan bakat para murid terhadap bahasa memang sangat menggairahkan. Tak heran pula jika anak-anak balita di komunitas DEBU cenderung memakai bilingual; Indonesia dan Inggris dalam percakapan sehari-hari... ^=^