Jumat, September 12, 2008

TOLAK ANGIN dari Indonesia...


Masalah perut memang masalah krusial. Suka atau tidak, banyak orang yang sangat sulit beradaptasi dengan makanan asing. Atau mungkin juga karena mengalami ‘home sick’ layaknya seorang yang sedang jauh dari ‘periuk’ ibunya, hehe...he... maka Ipul, tim dokumenter DEBU membawa serta mi instant dalam perjalanannya ke Istanbul...^-^ Dasar perut Melaayu nih, Ipul!

Adapun Mujahid, ia menunjukkan obat andalannya yang ia bawa dari Indonesia untuk berbagai keadaan dan perubahan cuaca. Apaan sih tuh? Oh! Ternyata , menurut pengakuannya, ia hampir tak pernah lupa bawa beberapa sachet ‘Tolak Angin’! “Ini banyak membantu saya. Sangat baik sekali,” katanya bak seorang pengiklan yang sedang dibayar oleh perusahaan jamu tersebut sembari menghadiahkan beberapa sachet obat itu pada Syekh Fattaah.

Tetapi, konon obat itu memang banyak membantu. Makanya Saleem mengiyakan juga. Ia setuju seratus persen dengan Mujahid. Hehe... he... baguslah! Sssttt, saya juga membuktikannya sendiri. Keadaan cuaca yang amat berbeda mau tak mau membuat tubuh saya bereaksi segera. Saya flu dan pening tanpa tahu harus menyiapkan apa untuk mengatasinya. Jadi ya saya sering-sering saja minum vitamin C dan berbaring istirahat. Tetapi hari itu, tiba-tiba saja Syekh Fattaah datang menjenguk saya dan menyarankan saya minum obat tolak angin yang diterimanya dari Mujahid. O ow! Kiranya obat itu adalah takdir saya saat itu. Sesaat setelah meminum cairan manis tersebut, saya merasa sebuah hasrat dan kemampuan bangun dari tempat tidur untuk melanjutkan update blog. Ini dia hasilnya, anda sedang membacanya…^-^

Sebaliknya dengan Syekh Fattaah, beliau memang pejalan sejati. Di setiap kesempatan iftar dan makan berat, beliau selalu terlihat amat menikmati berbagai hidangan Turki yang memang ‘super duper’. Setiapkali, menggigit buah at Tiin, selalu terlontar pujian, “Oh, Masya Allah, sedap sekali at-Tiin ini. Buah yang sangat bagus. Lama sekali saya tak makan ini...” cetusnya.
Dan ketika dihidangkan buah Zaitun yang notabene produk khas Turki, Syekh selalu berdecak kagum, “Di Turki kita bisa mencicipi berbagai rasa dan olahan Zaitun...”
Dan bagaimana dengan anggota DEBU secara umum? Alhamdulillah, mereka hampir tak pernah problema dengan makanan di mana pun mereka berada. Mereka berusaha mengikuti tabiat Syekh Fattaah yang punya motto, “Ke mana pun kita berjalan, adalah sebaiknya jika membiasakan diri dengan hidangan setempat…”
Itulah yang terjadi. Dan bagi Syekh Fattaah sendiri, perjalanan ke Turki kali ini seolah perjalanan nostalgianya sejak kunjungannya tahun 1971 silam yang dalam makna lain, itulah tahun saya lahir!